Bencana hidrometeorologi basah menerpa sejumlah daerah. Pemkab Lutim harus lebih siaga. Menyiapkan seluruh upaya, demi mengantisipasi dampak bencana.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu Timur, dr. April, mengatakan, fenomena cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang disebabkan oleh La Nina berpotensi memicu banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Utamanya pada periode November dan Desember 2024 hingga Januari 2025.
“Dampak bencana ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur, tetapi juga berisiko terhadap korban materil dan jiwa. Secara khusus, bencana ini dapat memengaruhi inflasi di daerah terdampak akibat terganggunya distribusi logistik dan kenaikan harga bahan pokok,” kata dr April usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah dan Sosialisasi Potensi Bencana Hidrometeorologi Basah secara virtual di ruang rapat Sekretariat Daerah Kantor Bupati Lutim, Senin (18/11/2024).
Rakor ini dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian. Tito mengingatkan, agar Pemda memperhatikan inflasi, dan waspada terhadap bencana hidrometeorologi yang mengancam berbagai wilayah di Indonesia.
Mengutip dari BMKG, hidrometeorologi basah adalah bencana hidrometeorologi yang terjadi akibat adanya cuaca ekstrem, seperti curah hujan hujan yang sangat lebat melebihi normalnya. Jenis bencana hidrometeorologi basah sering terjadi pada periode musim hujan.
“Kesiapan potensi bencana terutama bencana hidrometeorologi karena cuaca, dan ada dua agenda besar yang akan kita hadapi yakni Pilkada, Natal dan tahun baru, jadi perlu di waspadai,” kata Tito.
Tito Karnavian menerangkan, pada tanggal 27 November mendatang merupakan hari libur nasional karena pelaksanaan Pilkada serentak. Maka di setiap daerah perlu dilakukan kewaspadaan karena terjadinya peningkatan mobilisasi orang menuju TPS.
“Selain itu, perlu juga meningkatkan kewaspadaan jelang Pilkada, kampanye, dan minggu tenang kampanye,” tegas Tito.
Hal yang disampaikan Menteri Dalam Negeri beber dr. April tentu menjadi perhatian. Makanya, koordinasi yang solid antara berbagai pihak dilakukan untuk memastikan kesiapan pengendalian inflasi di daerah berjalan seiring dengan upaya pengendalian dan antisipasi dampak dari potensi bencana hidrometeorologi basah.
“Langkah antisipatif seperti peningkatan kesiapan logistik, penyediaan informasi cuaca secara akurat, serta sosialisasi kepada masyarakat sampai ditingkat kecamatan dan desa harus terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas inflasi sekaligus meminimalkan risiko bencana,” jelas April. (*)